Rabu, 17 Maret 2010

Analisis Terhadap Profesionalisme Guru Bahasa Arab


PROFESIONALISME GURU BAHASA ARAB

(Analisis Guru Bahasa Arab di MTs NU Wahid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus)

A. Latar Belakang Masalah

Guru merupakan figur sentral dalam penyelenggaraan pendidikan, karena guru adalah sosok yang sangat diperlukan untuk memacu keberhasilan peserta didiknya. Betapapun baiknya yang dirancang,namun pada akhirnya keberhasilan para siswa sangat tergantung pada pertanggung jawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat penuh dengan tuntutan dari berbagai sector sangat berpengaruh terhadap kehidupan sekolah. Untuk melaksanakan profesinya guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan ketrampilan guru yang memadai sesuai dengan tuntutan zaman.

Agar sukses dalam menjalankan tugas, guru harus memiliki seperangkat kemampuan baik dalam bidang yang akan disampaikan, maupun kemampuan untuk menyampaikan bahan itu agar mudah diterima oleh peserta didik. Adapun kemampuan yang harus dimiliki kaitannya membina anak didik meliputi kemampuan mengawasi, membina, dan mengembangkan kemampuan siswa baik personil, professional maupun sosial.

Untuk meningkatkan mutu madrasah pada kenyataannya banyak komponen yang terkait dan masing-masing komponen yang menentukan keberhasilan dan mutu pendidikan terdiri dari guru, murid, kurikulum, sarana dan prasarana serta pengetahuan.

Usaha meningkatkan kwalitas pendidikan diawali dengan peningkatan kualitas proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama di madrasah serta menjadi ciri khas organisasi yang membedakan dengan organisasi lain.

Dalam kegiatan belajar mengajar guru merupakan faktor yang paling penting dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Itulah sebabnya maka tidak satupun negara yang tidak memperhatikan pengadaan dan pengembangan kualitas guru. Seorang guru harus memilki seperangkat kompetensi untuk melakukan tugas mengajar.

Tugas guru pada umumnya cukup kompleks sehingga baik pendidikan pra jabatan maupun selama berada dalam pekerjaannya dituntut sejumlah pengetahuan dan seperangkat ketrampilan tentang jabatannya. Guru dituntut untuk melaksanakan berbagai tugas edukatif dan tugas administratif. Setiap guru memilki kelebihan dan keterbatasan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya, hal ini ditentukan oleh latar belakang pengetahuan, ketrampilan maupun motivasinya. Kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya dapat ditingkatkan melalui supervisi secara teratur dan terencana.

Upaya pemerintah untuk selalu meningkatkan kualitas guru telah dilakukan sejak Indonesia merdeka. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah adalah dengan adanya supervisi pendidikan di sekolah. Adanya supervisi pendidikan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru, setelah guru secara formal berada dalam posisinya sebagai guru bukan calon guru merupakan suatu yang sangat membanggakan dan perlu mendapatkan dukungan, sebab dalam meningkatkan profesionalisme guru melalui supervise pendidikan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya.

Guru yang mau aktif mengembangkan profesinya akan memperoleh dua keuntungan yaitu dapat meningkatkan kemampuan dan kualitas guru sebagai tenaga pendidikan juga dapat memperoleh angka kredit untuk keperluan kenaikan pangkat jabatan guru. Meningkatkan profesionalisme guru dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Dengan meningkatkan profesionalisme guru diharapkan kemampuan guru semakin meningkat demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah direncanakan sebelumnya.

Dari hasil observasi di MTs NU wahid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus, diketahui bahwa dalam proses belajar mengajar guru Bahasa Arab yang diajar oleh Bapak Moh. Zaid MZ tingkat lulusannya adalah Madrasah Aliyah dan bertempat tinggal di Jekulo Tambak Jaya masih kurang jauh dari tujuan kurikulum Bahasa Arab, artinya masih banyaknya siswa yang sulit memahami kosa kata, kurangnya sarana pembalajaran sehingga hal ini mengakibatkan adany ketidakpamahaman siswa dalam menerima materi Bahasa Arab.

B. Permasalahan

Dari uraian di atas, dapat ditarik pokok permasalahan adalah sebagai berikut: Bagaimana profesionalisme guru Bahasa Arab dalam mengajar di MTs NU Wahid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus ?

C. Analisis

Pengajaran bahasa Arab di Indonesia sampai saat ini belum mampu menunjukkan keberhasilan yang dapat dibanggakan, bahkan materi bahasa Arab Cenderung menjadi momok dan tidak disukai oleh banyak siswa. Kenyataan seperti ini membawa kesan bahasa Arab merupakan bahasa yang sulit dipelajari dibandingkan dengan bahasa asing yang lain meskipun pada dasarnya bahasa Arab tidak sesulit yang dibayangkan khususnya bagi orang Indonesia yang beragama Islam, sebab pad ahakikatnya mereka setiap hari telah menggunakan bahasa ini dalam praktik-praktik ibadahnya seperti ketika shalat dan berdoa. Selain itu, banyak sekali kosa akata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab yang sebenarnya mempermudah untuk mempelajari bahasa Arab.

Pengajaran bahasa Arab belum menunjukkan hasil yang maksimal, hal itu lebih disebabkan oleh penanganannya yang kurang maksimal mulai dari penyediaan sumber daya manusianya sampai dengan sumber daya materialnya termasuk di dalamnya persoalan metodologinya. Akibatnya, lebih dari 75% guru bahasa Arab di sekolah-sekolah penyelenggara mata pelajaran bahasa Arab baik sekolah umum maupun sekolah berbasis agama belum memiliki standar ideal sebagai guru bahasa Arab.

Fakta di atas, bahwa pembelajaran bahasa Arab di MTs NU Wahid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus terdapat tiga hal pokok permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.[1]

Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekarang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Selain jenjang pendidikan diatas diselenggarakan pendidikan pra-sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar.

a. Pendidikan Pra-Sekolah

Pendidikan pra-sekolah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah.

Pendidikan pra-sekolah tidak menjadi persyaratan untuk masuk pendidikan dasar.[2]

b. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.[3]

Pendidikan dasar wajib diikuti oleh setiap warga negara. Dengan kata lain, warga negara diwajibkan menempuh pendidikan dasar yang dapat membekali dirinya dengan pengetahuan dasar, nilai dan sikap dasar, serta ketrampilan dasar.

c. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar dan di selenggarakan di sekolah lanjutan tingkat atas atau satuan pendidikan yang sederajat.

Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan.

Adapun maksud diselenggarakannya pendidikan menengah adalah melanjutkan, meluaskan pendidikan dan pengajaran yang diberikan sekolah rendah untuk mengembangkan cita-cita hidup serta membimbing kesanggupan murid sebagai anggota masyarakat, mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus sesuai dengan bakat masing-masing dan kebutuhan masyarakat dan untuk mempersiapkan bagi pendidikan dan pengajaran tinggi.

d. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah, sedangkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi.

Adapun fungsi pendidikan tinggi antara lain sebagai berikut :

1) Meneruskan dan mengembangkan peradaban, ilmu, teknologi dan seni serta ikut dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya.

2) Menghasilkan tenaga-tenaga yang berbudi luhur, bertaqwa kepada Allah SWT, bermoral pancasila dalam arti mampu menghayati dan mengamalkannya.

3) Menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Dari pemaparan jenjang pendidikan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa jenjang pendidikan yang sudah ada dan diakui di Indonesia antara lain: TK, SD, SMP, SMA dan PT.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam hal ini terkait dengan sumber belajar. Sumber belajar sangat beraneka ragam baik jenis dan bentuknya. Sehingga membuat klasifikasi sumber belajar tidak mudah, hal itu disebabkan oleh sulitnya membuat batas yang tegas dan pasti tentang perbedaan atau ciri-ciri yang terdapat pada sumber belajar. Misalnya, kegiatan diskusi dapat diklasifikasikan ke dalam sumber belajar yang dirancang, namun dapat juga dimasukkan ke dalam klasifikasi sumber belajar yang dimanfaatkan, sebab kegiatan diskusi yang spontan dalam kegiatan pengajaran bisa terjadi tanpa direncanakan sebelumnya.[4]

Menurut Willington yang dikutip oleh Ahmad Rohani, secara mudah dapat mengklasifikasikan sumber belajar melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: apa, siapa, dimana, dan bagaimana. Berpangkal dari pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk selanjutnya dapat dikembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa jenis informasi yang akan disampaikan ?

b. Siapakah yang melaksanakan transmisi itu ?

c. Bagaimanakah cara mentransmisi itu ?

d. Dimanakah transmisi itu diadakan ?[5]

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan dari Wallington ini, selanjutnya dapat disusun klasifikasi sumber belajar sebagai berikut:[6]

No

Pertanyaan

Jawaban: Sumber belajar

1

2

3

4

Apakah yang ditransmisikan ?

Siapakah yang melaksanakan ?

Bagaimanakah mentransmisikan ?

Dimanakah ?

Peserta, berita informasi dan lain-lain

Manusia, material, alat

Teknik, metode, prosedur

Di tempat yang diatur (setting)

Klasifikasi ini, kemudian memberi inspirasi pada AECT (Association for Education and Technology) untuk membuat klasifikasi lebih lanjut. AECT mengklasifikasikan sumber belajar menjadi enam yaitu:

a. Pesan (Massage) yaitu informasi yag ditransmisikan (diteruskan) oleh komponen lain dalam bentuk ide, fakta, arti dan data. Termasuk komponen pesan adalah semua bidang studi atau mata kuliah yang harus diajarkan kepada peserta didik.

b. Orang (People) yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengolah, penyaji pesan. Dalam kelompok ini misalnya seorang guru, dosen, tutor, peserta didik, tokoh masyarakat dan sebagainya.

c. Bahan (Material) yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk disajikan melalui penggunaan alat ataupun oleh dirinya sendiri. Berbagai program media termasuk kategori bahan, misalnya transparasi, slide, film, audio, video, modul, buku, majalah dan sebagainya.

d. Alat (Device) yaitu sesuatu perangkat keras yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya proyektor, slide, overhead, video tape, pesawat radio, pesawat televisi dan sebagainya.

e. Teknik (Techniques) yaitu prosedur atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan bahan, peralatan, orang dan lingkungan untuk menyampaikan pesan. Misalnya belajar sendiri, demonstrasi, ceramah, tanya jawab dan sebagainya.

f. Lingkungan (Setting) yaitu situasi sekitar dimana pesan disampaikan, lingkungan bisa bersifat fisik (gedung, sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, studio, auditorium, museum, taman, lapangan), ataupun lingkungan non fisik (suasana belajar itu sendiri, tenang, ramai, lelah dan sebagainya).[7]

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masalah pokok yang terjadi pada pembelajaran bahasa Arab, haruslah guru pandai-pandainya memanfaatkan saran dan prasarana yang ada sehingga hal ini menjadikan guru yang kreatif.

D. Solusi

Dari uraian di atas, dapat ditawarkan solusi adalah bahwa guru haruslah melanjutkan tingkat pendidikan karena kualifikasi akademik dalam hal ini terkait dengan jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekarang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Selain jenjang pendidikan diatas diselenggarakan pendidikan pra-sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar. Sehingga hal ini dapat dipahami, bahwa kualifikasi akademik sangat menentukan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam belajar.

Untuk mengetahui adanya perbedaan pendidik dalam mengajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang baik, hal ini terlihat dengan adanya jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Selain itu, guru harus dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada dengan baik, agar nantinya bisa mendapatkan hasil belajar yang optimal.

E. Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme guru bahasa Arab di MTs NU Wahid Hasyim Salafiyah Jekulo Kudus telah benar-benar melakukan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan ketentuan pembelajaran, seperti dicabangkan dalam tujuan pendidikan.

F. Penutup

Demikian makalah yang dapat disampaikan, apabila ada kekurangan dan kesalahan kami minta maaf serta dengan senang hati kami menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata semoga bermanfaat dan menambah khazanah bagi kita semua. Amin.

Daftar Pustaka

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal 1, Aneka Ilmu, Semarang, 2003.

Rozak Husain, Sistem Pendidikan Nasional, Aneka, Solo, 1995.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2001.

Ahmad Rohani, Media Intruksional Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.


[1]UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal 1, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, hlm. 3.

[2]Rozak Husain, Sistem Pendidikan Nasional, Aneka, Solo, 1995, hlm. 53.

[3]Ibid., hlm. 54.

[4]Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Teknologi Pengajaran, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2001, hlm. 77.

[5]Ahmad Rohani, Media Intruksional Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 108.

[6]Ibid, hlm. 109.

[7]Loc. Cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar