Jumat, 19 Maret 2010

sumber-sumber ajaran tasawuf

SUMBER-SUMBER AJARAN TASAWUF

A. Pendahuluan

Tasawuf adalah bagian dari syari'at Islamiah, yakni wujud dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam (iman, Islam, dan ihsan). Oleh karena itu perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syari'at Islam. Tasawuf sebagai perwujudan dari ihsan, yang berarti beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, apabila tidak mampu demikian, maka harus disadari bahwa Dia melihat diri kita, adalah kualitas penghayatan seseorang terhadap agamanya. Dengan demikian tasawuf sebagaimana mistisisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan yang terdalam pada diri manusia. Yaitu dorongan untuk merealisasikan diris ecara menyeluruh sebagai makhluk, yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal. Tidak sekedar asoteris, ganjil dan hayali, tetapi justru sublim, universal dan benar-benar praktis. Ia mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mampu mengenal Tuhannya. Hal ini merupakan pegangan hidup yang paling terpercaya, sehingga manusia tidak terombang-ambing saat diterpa badai kehidupan. Ia menuntun manusia menuju hidup yang bermoral, sehingga mampu menunjukkan eksistensinya sebagai makhluk termulia di muka bumi.[1]

B. Permasalahan

Dari latar belakang di atas, dapat ditarik pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian tasawuf ?

2. Apa sumber-sumber ajaran dalam tasawuf ?

C. Pembahasan

1. Pengertian Tasawuf

Secara etimologis, para ahli berselisih pendapat tentang asal kata tasawuf. Sebagian menyatakan bahwa kata tasawuf berasal dari shuffah yang berarti emper masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari shaf, yang berarti barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari shafa, yang berarti bersih/jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata shufa-nah, yakni nama kayu yang bertahan tumbuh di padang pasir. Terakhir ada yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani theosofi, yang berarti ilmu ketuhanan. Namun yang terakhir ini penulis tidak setuju. Penulis cenderung pada pendapat yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari shuf (bulu domba). Selanjutnya orang yang berpakaian bulu domba disebut mutashawwif, perilakunya disebut tasawuf.[2]

Sedangkan secara terminologi para ulama berbeda pendapat tentang arti serta asal-usul kata tasawuf, namun yang paling tepat adalah berasal dari kata shuf (bulu domba), baik dilihat dari konteks kebahasaan, sikap kesederhanaan, maupun aspek kesejarahan. Tetapi yang dimaksud bulu domba di sini bukanlah pengertian modern, yaitu pakaian bergengsi yang hanya dipakai oleh orang-orang kaya, melainkan kain kasar yang dipakai oleh orang-orang miskin di Timur Tengah pada zaman dahulu. Orang-orang sufi ingin hidup sederhana dan menjauhi keduniaan, sehingga mereka hidup sebagai orang-orang miskin dengan memakai kain kasar tersebut.[3]

2. Sumber-sumber Ajaran Tasawuf

Pada abad keempat tasawuf lebih berkembang lagi sehingga mereka menyebutkan dirinya sebagai ahli hakekat/bathin sementara ulama lain terutama ulama fiqh disebut sebagai ahli dhohir. Pada masa inilah trend sufi ditetapkan mempunyai empat sumber ajaran atau empat ilmu, yaitu:[4]

a. Syariat

Dalam tataran ini muslim yang bersangkutan harus belajar fiqih yang meliputi ibadah muamalah munakahat mewaris jinayat dan khilafah. Kajian fiqih yg demikian sudah dirumuskan dan dituangkan dalam “Fiqih Madzhab Empat”. Idealnya seorang kandidat salik yang mau memasuki tarekat hendaknya memahami dan mengerti kajian fiqih empat madzhab itu bahkan ditambah lagi dgn fiqih Jakfari yang lazimnya dianut oleh jamaah Syiah. Sekurang-kurangnya ia memahami fiqih satu madzhab misalnya fiqih Syafii. Lazimnya para sufi dalam hal fiqih ini menganut salah satu madzhab dari empat madzhab yang tersedia.

b. Tarikat

Perkataan tarikat dalam istilah tasawuf artinya wadah tempat mendidik dan melatih para salik. Komponen-komponen tarikat terdiri dari guru tarikat atau guru rohani yangg disebut mursyid atau syekh. Kualitas seorang syekh harus memiliki ilmu syariat dan hakekat secara lengkap. Pemikirannya dan tutur katanya serta perilakunya dalam banyak hal harus mencerminkan akhlak yangg terpuji. Salik atau murid tarikat; suluk yaitu amalan dan wirid atau perbuatan yang harus dikerjakan oleh salik berdasarkan perintah syekh; zawiyah yaitu majlis tempat para salik mengamalkan suluk. Di samping itu ada satu syarat yangg harus dipenuhi oleh kandidat salik yaitu baiat antara dia dan syekh. Baiat itu sendiri ada dua macam yaitu; Baiat suwariyah yaitu baiat bagi seorang kandidat salik yang hanya sekedar ia mengakui bahwa syekh yang membaiatnya ialah gurunya tempat ia berkonsultasi dan syekh itupun mengakui orang tersebut adalah muridnya. Ia tidak perlu meninggalkan keluarganya untuk menetap tinggal dalam zawiyah tarikat itu untuk terus menerus bersuluk atau berdzikir. Ia boleh tinggal dirumahnya dan bekerja sehari-hari sesuai dengan tugasnya. Ia sekadar mengamalkan wirid yang diberikan oleh gurunya itu pada malam-malam tertentu dan bertawassul kepada gurunya itu. Ia dan keluarganya bersilaturrahmi kepada gurunya itu sewaktu-waktu pula. Apabila ia memperoleh kesulitan dalam hidup ini ia berkonsultasi dengan gurunya itu pula. Baiat ma`nawiyah yaitu baiat bagi seorang kandidat salik yang bersedia untuk dididik dan dilatih menjadi sufi yg arif bi I-lah . Kesediaan salik untu dididik menjadi sufi itupun sudah barang tentu berdasarkan pengamatan dan keputusan guru tarikat itu. Salik yang masuk tarikat melalui baiat yang demikian harus meninggalkan anak-istri dan tugas keduniaan. Ia berkhalwat dalam zawiyah tarikat didalam penegelolaan syekhnya. Khalwat ini bisa berlangsung selama beberapa tahun bahkan belasan tahun. Muhammad Ibn Abdillah yang kemudian menjadi khatamu I-anbiya wa I-mursalin berkhalwat di Gua Hira selama 20 tahun. Ia berhenti berkhalwat sesudah ia mencapai tingkat ma`rifat dan hakikat yaitu dengan wahyu turunnya surat al-Alaq lima ayat berturut-turut yang disampaikan oleh Jibril. Pertemuannya dengan malaikat Jibril adl ma`rifat sedangkan wahyu yang diterimanya merupakan hakikat.

c. Ma`rifat

Perkataan ma`rifat secara bahasa artinya pengetahuan atau ilmu. Dalam istilah tasawuf berarti mengenal atau melihat alam ghaib seperti syurga atau neraka bertemu dengan para nabi para malaikat para auliya dan lain-lain yang semuanya itu terjadi bukan dalam mimpi. Dalam hal ini saya mengajukan contoh pengalaman Syekh Muhammad Samman seorang sufi abad ke-18 di Madinah sebagaimana tergambar dalam naskah melayu yang berjudul “Hikayat Syekh Muhammad Samman”. Di dalamnya ia mengatakan bahwa sesudah sholat shubuh ia merasa ruhnya keluar dari jasadnya kemudian ruhnya naik kelangit pertama hingga langit ketujuh. Di sana ia bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dan bercakap-cakap dengannya sedangkan ia tetap dalam keadaan ingat.

d. Hakikat

Perkataan hakikat dalam istilah tasawuf ialah esensi atau pangkal dari semua alam yang maujud baik yang ghaib ataupun yang syahadah yaitu Nur Muhammad atau hakikat Muhammad tatkala Tuhan menuturkan sabda kun! maka tampillah Nur Muhammad yg merupakan mazharu-Haqqi Ta`ala. Dengan demikian maka mazhar pula zat yaitu Nur Muhammad yang berupa zat Allah; asma yaitu nama Allah; sifat yaitu kamalu I-lah dan af `alu I-Lah. Keempat hal tersebut merupakan percikan terang dari Allah Allah pada Nur Muhammad itu. Menurut Ibn Arabi wujud Nur Muhammad ini apabila dilihat dari segi zatnya ia adalah Allah tetapi apabila dilihat dari sifat-sifat dan asma-asmanya ia adl fi`il-Nya sedangkan Allah itu Maha Suci dan Maha Tinggi tidak ada lafal dan kata-kata maupun kalimat yang memadai untuk menyifatinya.

D. Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tasawuf (sufi) merupakan segolongan berkata; bahwasanya mereka menamakan shufiyah krn mereka berada pada posisi shaf yang terdepan disisi Allah `Azza Wa Jalla dgn ketinggian cita-citanya kepada-Nya dan untuk bertemu dengan-Nya serta hatinya selalu tegak disisi-Nya.” Sehingga untuk mencapai adanya cita-cita yang ingin ditegakkan disisi-Nya tak lepas dari ajaran-ajaran yang dikakukan, yaitu mulai dari syari'ah sampau ma'rifat.

E. Penutup

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kekurangan dan kesalahan kami minta maaf serta dengan senang hati kami menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata, semoga bermanfaat dan menambah khazanah bagi kita semua. Amiin.

Daftar Pustaka

Masyharuddin, Tasawuf Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.

Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.

www.sumberajarantasawuf.com



[1]Masyharuddin, Tasawuf Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 7.

[2]Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 8.

[3]Ibid, hlm. 11.

[4]www.sumberajarantasawuf.com

1 komentar:

  1. yang pada mau tahu tentang sumber-sumber ajaran taswuf bisa dilihat disini

    BalasHapus